ibnjaldun.com

KKN di Desa Penari, Film Terlaris tapi Mending Tetap Jadi Utas Twitter Saja

Aulia Sarah Review Film KKN di Desa Penari oleh Komario Bahar

Jakarta, News -

Review jujur ini tidak mengandung banyak spoiler, jadi bagi Anda yang berniat menonton 'mungkin' akan tetap tenang-tenang saja membaca ini. 

Kita tentu mengenal Manoj Punjabi sebagai produser yang tahu momen dan pasar begitu jeli. Dengan kereta MD Pictures, Manoj adalah salah satu sosok pengusaha di industri sinema tersukses, ditambah dengan klan nama belakangnya --Punjabi--, rasa-rasanya ia memang ditakdirkan di jalan ini.

Ayat-Ayat Cinta adalah produk paling megah awal-awal MD Pictures berdiri. Adaptasi novel kisah klasik tulus pemuda alim dengan gadis Mesir yang diramu apik Hanung Bramantyo menghipnotis bioskop Tanah Air.

ADVERTISEMENT

Ini adalah bukti sahih bahwa sejak awal, MD Pictures punya tangan midas menciptakan film jaminan box office Indonesia. Di 2008 itu, filmnya meledak, dan industri film lokal saat itu bergejolak bangkit.

IKUTI QUIZ

Setelah sukses dengan judul-judul religi, MD juga melahap banyak genre, salah duanya adalah komedi dan horor. Untuk horor, MD mendulang cuan begitu banyak dari Danur Universe. 

Dan sepertinya, mitos soal mata Manoj dan jejeran orang kepercayaannya menangkap momen begitu jeli terbukti lagi lewat keputusan memfilmkan KKN di Desa Penari.

MD rela menunda film ini cukup lama karena epidemi corona yang berevolusi pandemi dan kita semua tahu saat itu bioskop mati suri. Meskipun setelahnya sudah mulai boleh 'berbisnis', bioskop masih sepi dan kembang-kempis karena keadaan dan regulasi yang buka-tutup.

Mereka, --ya MD maksud saya-- tahu betul bahwa 'barang' ini harus dilempar ke pasar di waktu yang pas. Lebaran 2022 ternyata jawabannya. 


Mereka juga mungkin nggak mau kecolongan banyak seperti yang terjadi di serial streaming Layangan Putus yang dinaungi payung WeTV karena bocor di mana-mana. Untuk KKN di Desa Penari ya alon-alon asal cuan.

KKN di Desa PenariKKN di Desa Penari/ Foto: Dok. Ist

Dilempar pas momen liburan Lebaran, KKN di Desa Penari sukses besar. Bahkan sekuel Doctor Strange tak jadi ancaman serius bagi film yang diangkat dari utas Twitter SimpleMan.

Utas Twitter yang menceritakan pengalaman nyata SimpleMan begitu geger pada 2019 lalu. Pembacanya akan sangat paham mengapa atmosfer cerita SimpleMan ini begitu mengerikan. 

Membaca kisah di utas itu akan membuat bergidik sekaligus bikin imajinasi melayang ke mana-mana. Maka ketika MD mengumumkan membuat filmnya, tak sedikit pembaca tulen utas ini --bukan penonton yang memang tertarik karena mendengar kemasyhuran horor selewat saja lalu beranjak ke bioskop-- akan menggantungkan ekspektasi lumayan atas.

Tapi memang benar kata orang, ekspektasi bisa membunuhmu. Ekspektasi tinggal ekspektasi, KKN di Desa Penari tak memuaskan saya selaku pembaca utas magis SimpleMan.

Film garapan Awi Suryadi --director langganan MD-- ini sebenarnya ditulis nggak terlalu jelek oleh Gerald Mamahit dan Lele Laila, tapi karena eksekusinya jadi hambar dan nggak ngegigit.

Eksekusi visualisasi cerita nyata dari utas Twitter itu terkesan kaku karena cuma seolah mengikuti cerita di platform berbagi kicauan 2019 tersebut. Kalau boleh jujur seperti ada lubang di sana-sini karena adegannya hanya plek-ketiplek mengikuti potongan-potongan utas SimpleMan. 

Film ini sungguh patah-patah dan loncat-loncat jika Anda terbiasa menyaksikan cerita bagus nan utuh via visual. Efek itu terasa semakin parah jika Anda adalah pembaca ceritanya tiga tahun lalu.

Jelas sangat berbeda bagaimana kita membayangkan hantu-hantu cantik sampai nenek-nenek creepy mulai bergantian muncul ketika membaca makin dalam dengan melihat visual di layar lebar. 

Dengan durasi terbatas, KKN di Desa Penari bisa saya bilang kurang menyeramkan. Bahkan kita sebagai penonton menjadi kurang peduli dengan tokoh-tokoh di sana karena mungkin kreator bingung bagaimana mendalami karakter masing-masing.

Seharusnya kita bisa mencemaskan Nur (Tissa Biani) secara lebih, tapi rasa-rasanya kreator sibuk bagaimana membuat banyak penampakan sepanjang durasi film.

Ketegangan yang terasa di awal-awal semakin kendur ke tengah. Sekali lagi, film ini terlalu terasa ramai penampakan ketimbang menguatkan cerita.

Anda semua mungkin juga sudah tahu bagaimana kontribusi aktor untuk tokoh-tokohnya, agar singkat, saya terhibur dengan celetukan segar Wahyu yang diperankan komika Fajar Nugra.

Meski kadang garing, Wahyu menjadi pembeda dari kumpulan karakter enam mahasiswa yang kurang dalam tergali tersebut. Lalu gimana soal hantu cantik Badarawuhi yang dimainkan Aulia Sarah? 

Sekali lagi, jika penampakannya tidak terlalu sering dengan kemunculan wujud-wujud lain, mungkin kemunculannya jadi lebih keramat. Tapi ya sudahlah, kendor di plot dan eksekusi yang membingungkan memang membuyarkan semuanya.

Di balik kekurangan yang saya jabarkan, nilai plus dari film ini adalah sinematografinya yang ciamik dari DOP Ipung Rachmat Syaiful memanjakan mata. Saya paham betul Manoj memang suka sekali beauty shot di semua filmnya.

KKN di Desa PenariKKN di Desa Penari / review film / Foto: Twitter @SimpleM81378523

Mau horor, drama religi atau pun genre lain, gambar bagus adalah syarat mutlak baginya. Dan pekerjaan Ipung diselesaikan dengan sangat baik. Visualnya kece, titik.

Sementara kengerian yang saya sempat rasakan cukup ciamik dibangun atmosfernya oleh Ricky Lionardi sebagai penanggung jawab scoring dan tata musik.

Well, di luar raihan penontonnya yang wah sampai nyaris 4 juta belakangan ini, KKN di Desa Penari sepertinya lebih magis di utas Twitter saja.  

Komario Bahar 

Redaktur Pelaksana News 

(kmb/kmb)
Tonton juga video berikut:

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat