Kisah Cinta Salman Al Farisi usai Mualaf & Jadi Sahabat Nabi
Kisah Cinta Salman Al Farisi usai Mualaf & Jadi Sahabat Nabi (Foto: Getty Images/iStockphoto/Boonyachoat)Semua sahabat Rasul telah mendapatkan pendidikan secara langsung dari Nabi Muhammad SAW. Setiap harinya mereka melihat secara langsung keagungan pribadi sang junjungan.
Oleh karena itu, tidak heran apabila akhlak para sahabat ini sangat mengagumkan. Seperti kisah yang dialami oleh sahabat Rasulullah SAW, Salman Al Farisi.
Sosok Sahabat Nabi Salman Al Farisi
Salman Al Farisi merupakan orang Persia pertama yang masuk agama Islam. Ia lahir pada tahun 568 di Isfahan, Persia, dengan nama Rouzbeh Khoshnudan.
Di kalangan sahabat lainnya, ia dikenal dengan nama Abu Abdullah. Salman Al Farisi merupakan mantan budak di Isfahan, tetapi Nabi Muhammad SAW berhasil membebaskannya.
Salman Al Farisi merupakan sahabat Rasulullah yang sangat spesial, ia terkenal dengan kecerdikannya dalam menyarankan penggalian parit di sekeliling kota Madinah saat kaum kafir Quraisy Mekah bersama sekutunya menyerang Rasul dan kaum muslim dalam perang Khandaq.
Terdapat sekitar 24 ribu pasukan musuh dikalahkan, berkat parit yang diusulkan oleh Salman Al Farisi dan tentu saja karena pertolongan Allah yang mendatangkan angin topan.
Kaum kafir Quraisy tersebut pulang dengan tangan kosong dan hati kecewa karena kalah dalam peperangan. Sejak saat itu, nama Salman Al Farisi semakin bersinar di kalangan para sahabat.
Kisah Cinta Sahabat Nabi Salman Al Farisi
Salman Al Farisi merasakan jatuh cinta saat Rasulullah dan kaum muslim hijrah ke kota Madinah. Di kota inilah Salman berniat untuk menyempurnakan agamanya dengan menikah.
Saat itu, Salman Al Farisi diam-diam jatuh cinta kepada seorang wanita muslimah Madinah nan salihah yang disebut kalangan Anshar. Salman pun memantapkan niatnya untuk segera melamar sang wanita pujaan hatinya.
Namun, Salman Al Farisi merasa ada sesuatu yang mengganjal hatinya saat ingin melamar. Salman merasa asing, karena ia adalah penduduk baru dan tentu saja belum mengetahui adat melamar wanita di kalangan masyarakat Madinah.
Akhirnya, Salman mendatangi sahabatnya yang merupakan penduduk asli Madinah, yaitu Abu Darda. Ia bermaksud meminta bantuan dari sahabatnya itu untuk menemaninya saat mengkhitbah wanita pujaannya.
Abu Darda pun sangat bergirang usai mendengar cerita dari sahabatnya itu, ia memeluk Salman dan bersedia membantu serta mendukungnya.
Setelah Salman Al Farisi mempersiapkan semuanya, dibantu oleh Abu Darda, ia pun mendatangi rumah sang gadis dengan ditemani oleh sahabatnya itu.
Keduanya sangat gembira selama perjalanan. Setibanya di rumah wanita tersebut, mereka diterima dengan baik oleh orang tua sang gadis yang dicintai oleh Salman Al Farisi.
Abu Darda pun memperkenalkan diri serta sahabatnya, Salman Al Farisi. Ia pun menceritakan kedekatannya dengan Salman yang merupakan sahabat Rasulullah, dan mewakili sahabatnya itu untuk melamar.
Mendengar penjelasan tersebut, tuan rumah pun merasa begitu terhormat. Mereka merasa senang dengan kedatangan dua orang sahabat Rasulullah. Terlebih karena salah satunya berniat untuk melamar putrinya.
Namun, hal tersebut tak langsung membuat sang ayah menerimanya, karena seperti yang diajarkan oleh Rasululullah, bahwa sang ayah harus bertanya mengenai pendapat putrinya.
Sang ayah pun kemudian memberikan isyarat kepada istri serta putrinya yang berada dibalik hijabnya. Rupanya sang putri telah mendengar percakapan ayahnya dengan Abu Darda. Oleh karena itu, gadis tersebut juga sudah memberikan pendapatnya mengenai pria yang melamarnya.
Jantung Salman pun terasa sangat berdebar, tak hanya itu Abu Darda juga menatap gelisah pada wajah ayah si gadis. Tak butuh waktu lama. sang ibu pun menjawab lamaran Salman Al Farisi untuk mewakili putrinya.
"Mohon maaf kami perlu berterus terang," kalimat tersebut membuat Salman Al Farisi dan Abu Darda berdebar menanti jawaban.
"Namun karena kalian berdualah yang datang dan mengharap ridho Allah, saya ingin menyampaikan bahwa putri kami akan menjawab iya jika Abu Darda juga memiliki keinginan yang sama seperti keinginan Salman Al Farisi."
Sungguh jawaban yang sangat mengagetkan, wanita yang didambakan untuk menjadi istri Salman Al Farisi, justru memilih Abu Darda yang hanya ingin menolong sahabatnya.
Pria pada umumnya pasti akan merasakan sakit yang luar biasa. Namun, berbeda dengan Salman Al Farisi yang merupakan pria salih, taat, serta seorang mulia dari kalangan sahabat Rasulullah.
Dengan hati yang luar biasa tegar, Salman justru merasa girang dan menawarkan bantuan untuk pernikahan keduanya.
Tanpa perasaan hati yang sakit, Salman Al Farisi dengan ikhlas memberikan seluruh harta benda yang telah disiapkan untuk menikahi wanita tersebut.
Bahkan mahar dan nafkah yang sudah dipersiapkan ia berikan kepada Abu Darda. Salman juga akan menjadi saksi di pernikahan sahabatnya itu.
Sungguh indah kebesaran hati Salman Al Farisi yang begitu paham bahwa cinta tidak harus memiliki.
Sebelum lamaran diterima, sebelum melakukan ijab qabul, cinta tak menghalalkan hubungan dua insan. Bukan hanya itu, Salman Al Farisi juga sangat paham mengenai arti persahabatan.