ibnjaldun.com

Sederet Mitos Rebo Wekasan yang Masih Banyak Dipercayai Orang Indonesia

Islami, masjid, ramadan. Sederet Mitos Rebo Wekasan yang Masih Banyak Dipercayai Orang Indonesia/Foto: Zahid Lilani/Unsplash

Jakarta, News -

Rebo wekasan atau yang dikenal sebagai rabu pungkasan atau rabu wekasan merupakan tradisi yang dilaksanakan pada Rabu terakhir bulan Safar dalam kalender Hijriah.

Tradirsi ini biasanya masih dijalankan di Jawa Timur dengan berbagai ritual dan kegiatan. Tradisi ini dipercaya sebagai upaya menolak bala, musibah, atau bencana yang turun pada hari itu.

Benarkah Dilarang Keluar Rumah saat Rebo Wekasan?

Rebo wekasan diyakini sebagai hari yang memiliki energi negatif sehingga banyak orang menghindari melakukan aktivitas pada hari rebo wakasan, termasuk aktivitas di luar rumah.

ADVERTISEMENT

Banyak imbauan untuk sebaiknya keluar rumah hanya dilakukan jika ada keperluan yang benar-benar mendesak. Hal ini untuk menghindari kemungkinan adanya kejadian yang tidak diinginkan.

Mitos-mitos Rebo Wekasan

Tidak hanya dilarang keluar rumah saat rebo wekasan, ada mitos lain yang dipercaya. Berikut beberapa mitos yang dipercaya saat rebo wekasan:

  • Tidak melakukan perjalanan jarak jauh
  • Tidak mengadakan pesta pernikahan
  • Tidak memulai pekerjaan baru
  • Tidak mengambil keputusan baru.

Asal Usul Rebo Wekasan

Rebo wekasan berasal dari mitos bulan Safar kerap dikaitkan dengan berbagai mitos akan terjadinya kesialan atau musibah yang luar biasa. Mitos ini bermula dari keyakinan masyarakat Arab pada zaman Jahiliyah yang menganggap bulan Safar sebagai Shafarul Khair (kosong dari kebaikan).

Dikutip dari detikcom, pada masa itu, orang-orang Arab menganggap bulan Safar sebagai bulan pembawa sial, seperti datangnya penyakit Safar yang bersarang di dalam perut atau sejenis angin berhawa panas yang menyerang bagian perut dan mengakibatkan orang yang terkena menjadi sakit.

Di Indonesia sendiri kepercayaan bulan Safar sebagai bulan sial masih banyak ditemui. Sering terdengar di masyarakat bahwa ketika bulan Safar tidak boleh melangsungkan pernikahan karena ditakutkan akan ada musibah atau hal negatif yang akan menimpa mempelai.


Namun, kesialan yang dipercayai ada di bulan Safar telah dibantah. Dalam hal ini Ibnu Rajab al-Hanbali (wafat 795 H) mengatakan, bulan Safar dan bulan lainnya tidak memiliki perbedaan sama sekali.

Menurutnya sebagaimana dalam bulan lain, dalam bulan Safar dapat terjadi keburukan dan kebaikan. Dengan kata lain, tidak boleh menganggap bulan Safar diyakini sebagai bulan yang dipenuhi dengan kejelekan dan musibah. Beliau menegaskan:

وَأَمَّا تَخْصِيْصُ الشُّؤْمِ بِزَمَانٍ دُوْنَ زَمَانٍ كَشَهْرِ صَفَرٍ أَوْ غَيْرِهِ فَغَيْرُ صَحِيْحٍ

Artinya: Adapun mengkhususkan kesialan dengan suatu zaman tertentu bukan zaman yang lain, seperti (mengkhususkan) bulan Safar atau bulan lainnya, maka hal ini tidak benar.

(dia)
Tonton juga video berikut:

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat