8 Buku Sejarah G30S PKI di Indonesia yang Sempat Dilarang, Apa Saja?
8 Buku Sejarah G30S PKI di Indonesia yang Sempat Dilarang, Apa Saja?/Foto: Agung PambudhyTragedi Gerakan 30 September 1965 merupakan catatan sejarah Indonesia yang diwarnai oleh kontroversi tajam dan krisis politik berkepanjangan.
Peristiwa ini tidak hanya mengguncang kehidupan politik nasional, tetapi juga menekan kebebasan berekspresi dan perkembangan literasi di Indonesia.
Pasca G30S, pemerintahan Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto berupaya mengendalikan narasi sejarah dengan melarang peredaran buku-buku yang dianggap menyimpang dari versi resmi pemerintah atau berpotensi mengganggu stabilitas sosial-politik.
Berikut ini adalah daftar buku yang membahas G30S/PKI dan sempat dilarang beredar di Indonesia.
Jejak Langkah oleh Pramoedya Ananta Toer
Novel ini ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer ketika ia ditahan secara politik di Pulau Buru selama era Orde Baru. Walaupun tidak secara langsung membahas G30S/PKI, karya ini mencakup tema-tema yang berkaitan dengan gerakan nasional, ketidakadilan, dan penindasan politik.
Pramoedya dipandang memiliki hubungan dengan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), yang terkait dengan PKI, sehingga karyanya mendapatkan stigma politik. Pemerintah melarang novel ini karena dianggap berpotensi mempengaruhi pola pikir generasi muda dan menumbuhkan sikap kritis terhadap pemerintah.
Bumi Manusia oleh Pramoedya Ananta Toer
Bumi Manusia adalah buku pertama dalam Tetralogi Buru yang menyoroti kehidupan Minke, seorang pemuda pribumi, di tengah masa penjajahan Belanda. Novel ini mengeksplorasi tema ketidakadilan sosial, diskriminasi rasial, serta perjuangan hak asasi manusia.
Novel ini dilarang oleh pemerintah Orde Baru karena Pramoedya dianggap memiliki hubungan dengan PKI dan Lekra. Karya ini dianggap terlalu subversif dan berpotensi memicu kritik terhadap tatanan sosial yang ada saat itu.
Dalih Pembunuhan Massal: G30S & Kudeta Suharto oleh John Roosa
Karya John Roosa ini memberikan sudut pandang alternatif mengenai peristiwa G30S. Ia melakukan penelitian terhadap berbagai bukti dokumenter dan berteori bahwa G30S bukanlah hasil dari satu konspirasi oleh PKI, melainkan merupakan hasil dari konflik yang terjadi di dalam Angkatan Darat.
Dilarang di Indonesia, buku ini dianggap menyajikan narasi yang tidak sejalan dengan versi resmi pemerintah Orde Baru, yang menempatkan PKI sebagai satu-satunya penyebab peristiwa itu. Buku ini juga mengkritik peran militer dalam kudeta dan pembantaian massal yang terjadi pasca G30S.
Aidit: Dua Wajah Dipa Nusantara oleh T.H. Lim
Buku ini membahas biografi D.N. Aidit, pemimpin utama PKI, serta perjalanan hidup dan pandangan politiknya. Dalam buku ini, Aidit ditampilkan dengan dua wajah: sebagai seorang politisi yang cerdas dan sebagai tokoh yang kontroversial, yang dianggap sebagai penyebab peristiwa G30S.
Buku ini dilarang oleh pemerintah karena khawatir dapat menimbulkan simpati terhadap Aidit dan ideologi komunis yang sudah dilarang di Indonesia. Karya ini menawarkan perspektif alternatif mengenai peran Aidit dan mengungkap dinamika politik internal di dalam PKI.
Sukarno, Orang Kiri, Revolusi, dan G30S 1965 oleh John D. Legge
Buku ini berusaha mengungkap keterlibatan Sukarno dalam dinamika politik kiri di Indonesia sebelum terjadinya G30S. John D. Legge menekankan hubungan Sukarno dengan PKI dan bagaimana pengaruhnya terhadap kebijakan politik di Indonesia pada masa itu.
Dilarang beredar, buku ini dianggap memperlihatkan aspek lain dari Sukarno yang bertentangan dengan versi resmi pemerintah Orde Baru. Selain itu, buku ini menggambarkan kompleksitas dinamika politik antara Sukarno, militer, dan PKI sebelum peristiwa G30S.
Aku Bangga Menjadi Anak PKI oleh Ribka Tjiptaning
Karya ini ditulis oleh Ribka Tjiptaning, seorang politisi dari PDI-P yang merupakan putri salah satu anggota PKI. Dalam bukunya, Ribka menceritakan tentang kehidupan dan diskriminasi yang dialami keluarganya setelah peristiwa 1965.
Karya ini dipandang kontroversial karena mengangkat sudut pandang lain tentang kehidupan keturunan PKI dan berusaha menunjukkan aspek kemanusiaan dari mereka yang dicap sebagai "musuh negara." Oleh karena itu, pemerintah melarang buku ini karena dianggap berpotensi menimbulkan kebencian dan memicu perdebatan mengenai narasi yang telah ada tentang PKI.
Buku Putih Perjuangan Mahasiswa 1978 oleh Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia
Karya ini ditulis oleh mahasiswa Universitas Indonesia dan merangkum usaha mereka dalam melawan pemerintahan Orde Baru pada tahun 1978. Buku ini menekankan peran mahasiswa dalam menentang kebijakan otoriter yang diterapkan oleh pemerintahan Soeharto.
Isu yang dibahas dalam buku ini mencakup penyalahgunaan kekuasaan dan penindasan politik terhadap kebebasan berekspresi. Karya ini dilarang karena dianggap sebagai dokumen subversif yang berpotensi memicu perlawanan di kalangan generasi muda.
Benturan NU-PKI 1948-1965 oleh Choirul Anam
Buku ini membahas sejarah ketegangan antara Nahdlatul Ulama (NU) dan PKI selama periode 1948-1965. Choirul Anam, yang merupakan tokoh NU, menyajikan sudut pandang dari pihak NU mengenai konflik ideologis yang berlangsung di kalangan masyarakat pedesaan Jawa.
Karya ini mengulas konflik fisik dan politik antara NU dan PKI yang berakhir dengan peristiwa pembantaian massal pasca-G30S. Larangan pemerintah terhadap buku ini didasarkan pada anggapan bahwa isinya dapat menimbulkan ketegangan antar kelompok ideologis dan menghidupkan kembali trauma lama dalam masyarakat.
(zalsabila natasya/dis)